Photo by liburananak.com
AWAL 2018, Alun-alun Cicendo resmi dibuka untuk umum dan menjadi destinasi wisata baru kala menghabiskan waktu. Daya tarik utamanya adalah desain arsitektur yang mampu menggabungkan elemen ruang terbuka, seni, olah raga, bisnis, sekaligus pembauran dengan wilayah sekitar.
Wilayah segi tiga Jalan Komodor Udara Supadio-Jatayu-Aruna sudah sejak lama dikenal sebagai daerah perdagangan. Kebanyakan, komoditas yang diperdagangkan, yaitu besi tua dan barang-barang bekas. Maka, kehadiran Alun-alun Cicendo cukup memberikan efek kejut tersendiri.
Pada Jumat 5 Januari 2018 pagi, Alun-alun Cicendo agak ramai. Puluhan anak sekolah dan warga yang berjalan-jalan dan berfoto, terlihat mengeksplorasi beberapa bagian alun-alun yang sudah bisa diakses. Memang masih dilakukan beberapa pengerjaan minor di bagian detail.
Letak Alun-alun Cicendo berada di lahan hook, tepat di depan bundaran simpang Jalan Aruna-Jatayu-Komodor Udara Supadio.
Alun-alun ini berada di atas lahan seluas 5.400 meter persegi. Akses masuk utamanya berada di persimpangan ketiga jalan itu, berupa tangga di ruang terbuka dengan material andesit.
Melihat lanskap yang dimiliki, ada banyak kegiatan yang bisa dilakukan di alun-alun ini. Jika ingin berolah raga, warga bisa memilih. Ada lapangan olah raga seukuran lapangan basket, ramp skateboard atau sekadar berjalan-jalan.
Di bagian kanan akses utama terdapat taman yang dilengkapi dua kolam. Pertama, ada kolam dangkal atau disebut area zen anak-anak atau sekadar merendam kaki. Sebelumnya, fasilitas ini bisa dinikmati di Taman Sejarah di area Balai Kota Bandung. Kedua, ada kolam lebih lebar yang dilengkapi ngarai (canyon).
Di bagian pinggir terdapat dinding dengan tinggi 2 meter dan lebar 1,6 meter yang juga berfungsi sebagai lorong ngarai yang memanjang hingga 15 meter.
Anak-anak bisa diajak berimajinasi dan bereksplorasi dengan menjelajahi ruang dan bertemu dengan berbagai elemen seperti kolam untuk bisa memutar lagi.
Di bagian kiri akses utama terdapat 24 unit kios pasar seni (art market) yang disusun sirkular mengelilingi selasar beratap sebagai ruang komunitas berkegiatan. Di sisi seberangnya terdapat paviliun bergaya unik.
Semakin ke tengah, pengunjung mendapati lapangan utama seluas 939 meter persegi. Di belakangnya terdapat tribun yang dilengkapi kursi-kursi besi yang disusun memanjang.
Selain itu, juga ada mini amfiteater di area utara seluas 132 meter persegi. Di ujung kawasan dibangun dek kayu seluas 700 meter persegi. Dengan perbedaan tinggi dua meter di atas miniamfiteater, pengunjung bisa menengok seluruh area alun-alun.
Di beberapa bagian dek, pohon terlihat menyembul dari area koridor bawah yang difungsikan sebagai kios pandai besi. Sayangnya, ketika disambangi, pepohonan yang seharusnya rindang, terlihat berada dalam kondisi kering dan membutuhkan perawatan lebih lanjut.
Alun-alun Cicendo memiliki berbagai fungsi yang diintegrasikan lewat desain arsitektur yang digarap oleh tim Suryawinata Heinzelmann Architecture and Urbanism (SHAU) Architects. Mereka memilih konsep yang berbaur antara satu fungsi dan yang lain untuk membuatnya lebih fleksibel dan terbuka.
Konsep itu diimplementasikan pada penggunaan tangga berundak untuk membedakan seluruh area sehingga terjadi perbedaan ketinggian. Tujuannya, agar pengunjung tidak merasa terkotak-kotak pada setiap area sehingga bisa digunakan secara komunal dan beragam.
Tangga-tangga tersebut juga menjelaskan inti desain, menyerupai kontur yang dibuat naik turun. Menurut Florian, inspirasinya datang dari alam Jawa Barat yang memiliki topografi beragam. Mulai dari tinggi, rendah, lebar, sempit, hingga dangkal yang dicitrakan dari gunung, tebing, mata air, lahan kosong, bukit, dataran, lebak, legok, dan sungai.
Urusan arsitektur lanskap diserahkan kepada Oemardi Zain. Di dalamnya terdapat rumput blok yang terdapat pada area sirkulasi taman dan lapangan upacara. Sementara itu, elemen rumput menutupi area taman dan bukit patung.
Batu andesit bakar bisa dijumpai pada jalur pedestrian, area titik pertemuan, dan pasar seni. Sementara itu, pada area dek dan amfiteater menggunakan elemen WPC board.
Lewat lanskap yang dibuat, semua orang bisa dapat mendefinisikan ruang sesuai keinginan dan kebutuhannya serta memilih spot yang disukai.
Ada ruang yang tenang, juga ruang yang atraktif. Ada yang santai sampai yang serius. Ada juga ruang-ruang yang dibuat agar dapat dinikmati tanpa banyak berpikir.
Ketika berkunjung ke Alun-alun Cicendo, satu hal yang terlihat jelas adalah elemen besi yang bertebaran di berbagai penjuru. Bahkan, hampir 70%?material yang digunakan yaitu besi.
Arsitek urban planner, direktur sekaligus pendiri SHAU, Daliana Suryawinata mengemukakan bahwa besi menjadi material utama yang diangkat karena wilayah sekitar yang terdiri atas banyak perajin besi. Bahkan, pita-pita besi berkarat disusun membentuk topografi.
Sumber: pikiran-rakyat.com
Lokasi : Alun-alun Cicendo
Jl. Arjuna, Arjuna, Cicendo, Bandung, Jawa Barat
Buka : 24 jam
Harga tiket: Gratis